Mendelik Sisi Lain Pelaku Pembunuhan dari Arah Psikologis

Mendelik Sisi Lain Pelaku Pembunuhan dari Arah Psikologis

wangmuba.com – Masyarakat baru-baru ini dikejutkan dengan berita seorang ibu yang tega membunuh anaknya dengan alasan agar anaknya tidak menderita hidup miskin seperti yang ia alami. Umumnya, pembunuhan dipandang sebagai tindakan keji yang tidak dapat diterima dengan alasan apapun. Namun, apa jadinya jika kasus ini dilihat dari kacamata psikologi? Apa yang sebenarnya terjadi dalam psikologis pelaku?

Dari perspektif psikologi, setiap kasus pembunuhan memiliki sudut pandang yang unik. Pelaku pembunuhan umumnya memiliki kondisi psikologis yang bervariasi dan tidak bisa disamaratakan. Banyak dari mereka memiliki latar belakang dan faktor risiko yang serupa, yang menjadikan mereka rentan menjadi pembunuh. Ambil contoh kasus ibu yang membunuh anaknya; masyarakat mungkin melihatnya sebagai pencipta trauma, tetapi sering kali pembunuh juga merupakan korban dari trauma. Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental sering kali kurang di masyarakat, dan stigma terhadap masalah mental sering kali memperburuk kondisi individu tersebut. Hal ini bisa menjadi bom waktu, yang salah satu manifestasinya adalah melalui tindakan pembunuhan.

Menurut Psychology Today, kebanyakan pembunuh adalah individu yang mengalami gangguan mental dan emosional. Penyebabnya bermacam-macam, seringkali akibat pengalaman buruk yang berulang dengan sedikit pengalaman positif yang menimbulkan kesedihan mendalam, depresi, atau rasa putus asa. Empati yang tidak berkembang dengan baik juga bisa menjadi faktor berbahaya.

Berikut adalah beberapa kejadian yang bisa menjadi risiko penyebab seseorang membunuh:

  1. Agresi di dalam keluarga: Anak yang mengalami kekerasan atau perundungan di rumah cenderung tumbuh menjadi individu yang agresif, yang bisa berujung pada pembunuhan.
  2. Pengalaman diabaikan: Anak yang sering diabaikan mungkin tumbuh dengan luka emosional yang sulit sembuh, yang dapat memicu kerusakan fungsi otak jangka panjang.
  3. Keterikatan dalam hubungan: Seseorang yang tidak memiliki keterikatan hubungan yang sehat selama masa tumbuh kembang cenderung memiliki model hubungan yang destruktif di masa dewasa.
  4. Malu: Rasa malu yang mendalam sering kali muncul dari perundungan. Ini bisa menyebabkan trauma jangka panjang dan memicu pembunuhan jika tidak ditangani.

Mengatasi trauma yang dialami sejak kecil sangat penting agar individu tersebut dapat tumbuh menjadi orang yang mampu mengontrol emosinya. Aspek trauma ini sering terabaikan oleh masyarakat yang lebih cepat melabeli pelaku dengan kata-kata negatif. Di beberapa kasus, orang dewasa yang kehilangan kemampuan mengontrol diri ini masih dapat diobati, namun prosesnya membutuhkan waktu dan kesadaran diri. Penelitian menunjukkan bahwa otak sangat dipengaruhi oleh pengalaman; mengubah pengalaman seseorang hari ini dapat mengubah persepsi otak mereka di masa depan.